Wednesday, July 30, 2008

Dibalik kemelut SK Gubernur dan SK Mendagri

Bulan-bulan terakhir ini sulawesi tenggara cukup sering masuk berita nasional. Dimulai dengan anarkisme mahasiswa-polisi pasca demo anti penggusuran PKL di kota kendari, pembakaran salah satu gedung di kampus Unhalu oleh para preman, sampai dengan polemik penolakan pejabat bupati Butur dan Konut yang ditunjuk oleh Mendagri juga adanya SK ganda untuk posisi yang sama karena SK Gubernur keluar lebih dulu menunjuk para sekda sebagai pejabat bupati.

Nah untuk kasus ketiga ini, polemiknya menjadi berkepanjangan karena gubernur merasa benar dan mempunyai kewenangan untuk menunjuk pejabat bupati sementara mendagri merasa jauh lebih berhak karena penunjukkan saat ini berstatus perpanjangan masa jabatan sebagai pejabat sementara. Kasus ini menunjukkan betapa kuat aroma politik dalam penujukkan pejabat bupati tsb. Mendagri semestinya berkonsultasi terlebih dahulu dengan gubernur sebelum menunjuk pjs bupati. Demikian juga gubernur, jika alasan tak dicabutnya SK penunjukkan pjs bupati agar tak terjadi kekosongan jabatan, maka semestinya begitu keluar keputusan mendagri maka SK tsb dicabut saja. Toh SK gubernur hanyalah untuk menjaga agar tak terjadi kekosongan kekuasaan. Sebab membiarkan berlakunya penunjukkan ganda untuk satu posisi dalam pemerintahan hanya akan merugikan daerah bersangkutan. Dan gubernur sebagai warga sultra harus lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya. Polemik tsb akan banyak menghambat proses pembangunan seperti proses perizinan, investasi, dll karena kewenangan ganda tsb akan menimbulkan ambigu di tengah masyarakat. Polemi ini sekali lagi tak merugikan mendagri tetapi hanya merugikan rakyat kedua kabupaten tsb sekaligus rakyat dari sang gubernur.

Di sisi lain, penolakan warga atas pejabat yg ditunjuk oleh gubernur menunjukkan bahwa pejabat pusat hanya menggunakan kekuasaan dalam menyelesaikan masalah. Mendagri hanya berputar-putar pada soal kewenangan. Padahal esensi penunjukkan pjs bupati tsb adalah bagaimana menempatkan the right man on the right place. Jika rakyat melakukan perlawanan seperti ini patut dipertanyakan kriteria apa yang digunakan oleh mendagri dalam memilih pjs bupati diantara puluhan bahkan ratusan pejabat karir maupun politisi yang memenuhi syarat untuk menduduki posisi tsb agar kedua daerah tsb dapat tetap melanjutkan agenda-agenda pemerintahannya guna menuju pada terpilihnya bupati definitif hasil pilihan rakyat secara langsung.

Semoga gubernur dan mendagri dapat duduk bersama sebagai negarawan dalam menyelesaikan masalah ini. Tempatkanlah kepentingan rakyat di atas segalanya. Janganlah malu mencabut SK yang terbukti hanya akan memperlambat roda pemerintahan daerah. Daerah baru tsb akan semakin tertinggal jauh jika gubernur dan mendagri hanya ngotot-ngototan paling berkuasa dan berwewenang atas penunjukkan pjs bupati Butur dan Konsel

No comments: