Tuesday, August 19, 2008

Masalah Jepang peluang kerja bagi kita

Saat ini negara-negara maju menghadapi masalah dengan pertambahan penduduknya. Negara jepang misalnya, laju pertumbuhan penduduknya hampir minus sementara usia hidup rata-ratanya semakin tinggi. Artinya orang lanjut usia makin banyak tapi generasi umur produktifnya terus menurun. Akibatnya mereka mengalami kekurangan angkatan kerja. Kehidupan yang mapan menyebabkan banyak pasangan memutuskan tak ingin mempunyai anak, kalaupun memiliki anak dengan jumlah terbatas, satu atau dua. Alasannya, anak dapat mengganggu konsentrasi mengejar karir, juga karena begitu tingginya standar hidup sehingga kehadiran anak menyebabkan bertambahnya beban keluarga jepang terutama untuk pendidikan. Secara kumulatif, mereka menghadapi masalah besar yaitu banyak sektor-sektor yang kesulitan mendapatkan pekerja produktif seperti industri manufaktur, konstruksi, perikanan, dan kesehatan.

Akibat tingginya tingkat kemakmuran dan standar hidup masyarakat jepang, maka generasi mudanya sudah mulai terlena dengan budaya konsumtif, fashion, dan bersenang-senang. Dengan kondisi seperti ini, jenis-jenis pekerjaan yang membutuhkan tenaga besar dan dengan kesulitan tinggi kesulitan peminat. Generasi muda jepang menghindari pekerjaan-pekerjaan jenis ini.

Hal lain, karena banyaknya peluang kerja di sektor-sektor industri maka mayoritas lulusan S1 langsung memutuskan untuk bekerja. Padahal jepang sebagai negara miskin sumberdaya alam perlu terus-menerus berada di jalur persaingan ilmu dan teknologi sehingga dapat terus menjaga eksistensinya dalam penguasaan atas pasar dunia produk-produk berbasis teknologi tinggi. Untuk itu mereka membutuhkan peneliti-peneliti handal di berbagai bidang yang dapat bekerja mengisi pos-pos peneliti di universitas maupu lembaga-lembaga riset pemerintah dan swasta. Biasanya peneliti ini diambil dari lulusan S3. Dengan banyaknya lulusan S1 maupun S2 yang langsung bekerja di perusahaan maka jumlah mahasiswa S3 sebagai calon peneliti makin berkurang. Bahkan mahasiswa-mahasiswa briliannya pun bisa langsung memutuskan masuk perusahaan karena tadi mereka pingin hidup enak dengan gaji besar tapi tak perlu terlalu banyak mikir seperti para peneliti.

Saya sering nanya mahasiswa-mahasiswa tahun keempat yang masuk laboratorium kami sebagai syarat membuat skripsi, apakah mereka mau melanjutkan ke jenjang S2 atau S3. Jawabannya rata-rata ingin segera kerja karena tak mau capek-capek jadi peneliti yang harus terus berpikir mencari ide-ide baru dalam mengembangkan penelitiannya dan mesti membaca sebanyak mungkin publikasi-publikasi ilmiah internasional sesuai bidangnya. Mereka rata-rata menghindar menjadi peneliti. Ini sangat mungkin karena pada tahun keempat sebelum lulus mereka sudah dapat mengikuti tes dan interview di perusahaan2. Perusahaan-perusahaan jepang memang membuka lowongan buat lulusan-lulusan baru S1 pada tahun keempat dan lulusan S2 pada tahun kedua masa dari masa studinya. Jadi sebelum lulus kuliah mereka sudah tahu bisa kerja atau tidak. Umumnya lulusan S1 yg belum lulus tes kerja memutuskan untuk kuliah S2 demi menjaga peluang mereka mengikuti bursa kerja melalui kampus. Biasanya saat S2 mereka yang tak dapat kerja saat lulus S1 dapat terjaring di perusahaan. Kondisi paling buruk adalah mereka bekerja tak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Nah dari masalah-masalah yang diuraikan di atas, sebetulnya merupakan peluang sangat besar bagi tenaga kerja dari negara lain untuk mengisinya. Hanya saja masuknya tenaga kerja asing dengan paspor kerja secara besar-besaran terkendala oleh aturan ketenagakerjaan jepang yang melarang impor tenaga kerja dari luar.

Demi mengatasi kelangkaan tenaga kerja di jepang, terutama perusahaan-perusahaan kecil menengah, dan juga untuk menyiasati aturan ketenagakerjaan, maka disiasai dengan mengadakan progran pelatihan/training pekerja dari indonesia yang ditempatkan di perusahaan-perusahaan jepang. Program ini sudah berjalan puluhan tahun. Depnaker tiap-tiap daerah merekrut para trainer tsb. Sebetulnya program ini adalah program akal-akalan UKM jepang untuk mendapatkan tenaga kerja murah dari negara-negara asia seperti indonesia, vietnam, bangladesh, filipina, cina, dll, serta negara-negara amerika latin. Mengapa disebut akal-akalan? Karena para pekerja ini mengerjakan pekerjaan layaknya pekerja reguler bahkan dengan beban yang lebih berat daripada pekerja jepang sendiri, tetapi digaji jauh dibawah standar gaji jepang sekitar 80 ribu yen sebulan. Padahal gaji pekerja level terendah di perusahaan adalah sekitar 170 ribu yen per bulan. Belum termasuk bonus-bonus jika target perusahaan tercapai. Mengapa bisa seperti itu? Visa para trainer tsb berhubungan dengan pendidikan sehingga upah yang diterima tidak termasuk dalam kategori gaji dalam aturan jepang, sehingga dapat diupah jauh dibawah upah minimum. Aturan penggajian di jepang sangat ketat mengatur jam kerja dan upah. Perusahaan yang membayar karyawannya di bawah nilai aturan yang ditentukan, akan kena denda, pidana bahkan ditutup. Karena mereka tak masuk dalam status visa kerja maka banyak hal yang menimbulkan kesulitan bagi para trainer, seperti kecelakaan kerja, perlakuan buruk dari perusahaan, menderita sakit, kerja overtime, dll.

Untuk bidang kesehatan, pemerintah jepang kekurangan tenaga medis seperti perawat rumah sakit dan perawat/pelayan orang lanjut usia. Rumah sakit jepang membutuhkan pelayanan prima. Pasien di rumah sakit membayar mahal setiap pelayanan dan perawatan sehingga peran perawat sangat penting untuk melayani pasien. Apalagi pasien2 tertentu seperti stroke dan penyakit ketuaan yang membutuhkan perawatan khusus. Orang-orang lanjut usia pun biasanya tinggal mandiri sehingga peran perawat pribadi sangat diperlukan. Pos ini selama ini banyak diisi oleh perawat dari Filipina, Vietnam, Cina yang diberi pelatihan khusus. Pemerintah jepang juga sudah bekerjasama dengan pemerintah indonesia untuk mendatangkan perawat dari Indonesia. Tahun ini sudah ada angkatan pertama rombongan perawat indonesia yang masuk jepang. Ini merupakan salah satu peluang bagi perawat terampil dari negara kita yang sudah mulai banyak terjadi pengangguran tenaga perawat. Sebagai tenaga kerja terampil mereka digaji cukup layak sekitar 200 ribu sampai 300 ribu yen.

Untuk bidang pendidikan dan penelitian, ada pemerintah jepang membutuhkan tenaga peneliti yang cukup banyak untuk mengisi posisi-posisi kosong di universitas dan lembaga-lembaga riset. Mahasiswa S3 yang dituntut untuk menghasilkan karya ilmiah orisinil sangat penting bagi unviersitas. Nah, keengganan sebagian mahasiswa jepang untuk bersusah payah sekolah sampai tingkat doktor, membuka peluang bagi masuknya mahasiswa-mahasiswa asing untuk bersekolah di jepang terutama tingkat master dan doktor. Karenanya, cukup banyak model beasiswa dari pemerintah jepang maupun swasta untuk menarik sebanyak-banyaknya mahasiswa asing masuk. Cina, korea, indonesia, bangladesh, dan india adalah negara-negara pemasok utama terbesar mahasiswa asing ke Jepang terutama di bawah program departemen pendidikan, budaya, olahraga, sains dan teknologi jepang (Monbukagakusho dulu disebut Monbusho). Mahasiswa-mahasiswa asing tsb diharapkan dapat membantu meningkatkan level universitas dengan publikasi ilmiah internasional dan paten, juga nantinya diharapkan dapat bekerja di jepang dalam jangka waktu tertentu. Oleh karenanya banyak alumni-alumni universitas jepang yang bekerja dulu beberapa tahun sebelum pulang ke tanah airnya, sebagai karyawan perusahan, peneliti postdoktor, atau bahkan sebagai mereka yang mempunyai kemampuan bahasa jepang yang sangat baik dapat menjadi dosen kontrak. Upaya ini nampaknya adalah cara jepang mengatasi kekurangan tenaga peneliti agar jepang tetap dapat bersaing dalam sains dan teknologi.

Prosedur mendapatkan visa tinggal di jepang memang sangat ketat, tetapi pemerintah jepang sangat mudah memberikan visa tinggal untuk orang asing alumni jepang agar mereka dapat bekerja di jepang demi menutupi kebutuhan tenaga kerja terdidik. Saya sendiri setelah lulus pendidik doktor Oktober 2005 lalu, langsung ditawari bekerja sebagai peneliti di Research Center for Development of Far-Infrared Region, University of Fukui, tanpa prosedur berbelit. Karena saya kebetulan alumni universitas ini. Hanya dengan kesediaan lisan, tak perlu harus mengajukan banyak dokumen lamaran seperti layaknya melamar jadi dosen di indonesia, status sebagai postdoctoral researcher langsung disetujui oleh universitas. Begitu pulang dari berlibur awal November 2005 langsung bergabung. Alhamdulillah kontrak kerja terus diperbaharui sampai dengan akhir Maret 2009. Dengan gaji standar untuk kalangan menengah jepang, tentu saja sulit untuk menolaknya. Apalagi jika dibandingkan dengan penghasilan sebagai PNS di Indonesia. Pengurusan visa untuk istri dan anak-anak sangat-sangat mudah bahkan gratis. Ini memberi gambaran bahwa pemerintah jepang sebetulnya sangat membutuhkan tenaga kerja terdidik.

Bagi saya, cara paling baik untuk bekerja di jepang adalah dengan melamar masuk universitas jepang. Jika bisa tembus masuk baik melalui beasiswa maupun biaya sendiri, maka pintu sudah terbukan untuk dapat bekerja di jepang dengan penghasilan yang berlipat-lipat dibandingkan dengan di indonesia. Sebagain dari gaji dapat ditabung sebagai bekal untuk bisa mandiri di indonesia.

Semoga bermanfaat.

No comments: